Al-Ihsaan menurut sebagian ulama adalah kondisi seseorang yang dituntut tatkala melaksanakan perkara-perkara Islam dan perkara-perkara Iman. Adapun mayoritas ulama berpendapat bahwasanya al-Ihsan merupakan tingkat tertinggi dalam agama, kedudukannya diraih setelah kedudukan Islam dan Iman, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jibril yang masyhuur.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang al-Ihsaan:
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ ، فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Al-Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, maka jika engkau tidak bisa melihatNya maka sesungguhnya Ia melihatmu” (HR Al-Bukhari no 50 dan Muslim no 8)
Orang yang telah mencapai derajat Ihsan adalah orang yang senantiasa murooqobah (merasa di awasi dan dilihat oleh Allah) dalam segala gerak-geriknya, terutama tatkala sedang beribadah. Terutama tatkala sedang beribadah kepada Allah.
Rahasia al-Ihsan adalah tingkatan tertinggi dalam agama
Terlalu sering kita mengeluh akan sulitnya meraih keikhlasan dan sulitnya menolak riyaa’, serta sulitnya meraih kehusyu’an. Diantara perkara yang sangat membantu seseorang untuk meraih keikhlasan dan menolak riyaa’ adalah dengan mempraktekan al-ihsaan, yaitu merasa diawasi/dilihat oleh Allah tatkala sedang beribadah.
Seseorang tatkala sedang sholat dan dia sadar bahwa ia sedang dishooting dan akan disiarkan secara langsung di stasiun-stasiun televisi di seluruh nusantara maka akan timbul riyaa’ dalam hatinya, dan ia akan berusaha untuk bisa sholat dengan sebaik-baiknya karena tentu para penonton akan memberikan penilaian mereka tentang sholatnya, dan ia yakin akan hal itu.
Hal inilah yang disinyalir oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
الشِّرْكٌ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلَ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظْرِ رَجُلٍ
“Syirik yang samar yaitu seseorang berdiri dan mengerjakan sholat lalu ia menghias-hiasi (membagus-baguskan) sholatnya karena ia tahu ada orang lain yang melihatnya” (HR Ibnu Maajah no 4194 dan dihasankan oleh Al-Albani)
Demikian pula seseorang tatkala beribadah merasa diawasi dan dilihat serta dinilai oleh Allah maka ia akan berusaha untuk beribadah dengan sebaik-baiknya di hadapan Allah.
Allah berfirman kepada NabiNya :
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ (٢١٧) الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ (٢١٨) وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ (٢١٩) إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan bertawakkallah kepada (Allah) yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri, dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS Asy-Syu’aroo : 17-20)
Tatkala sedang sholat ia sadar bahwa berdirinya, ruku’nya, dan sujudnya sedang diawasi oleh Allah, maka tatkala itu ia akan lupa dengan pandangan dan penilaian manusia dan tidak mempedulikan penilaian mereka. Karenanya diantara definisi ikhlash yang disebutkan oleh para ulama adalah :
نِسْيَانُ رُؤْيَةِ الْخَلْقِ بِدَوَامِ النَّظْرِ إِلَى الْخَالِقِ
“Melupakan pengamatan manusia dengan selalu memandang kepada Pencipta”
Demikian juga tatkala ia merasa dilihat oleh Allah maka sholatnya akan menjadi lebih khusyuk karena hatinya terfokus dan konsentrasi kepada Allah.
Subhaanalaah….keikhlasan…, kekhusyu’an…, dan menolak riyaa’…semuanya bisa diraih dengan mempraktekan al-ihsaan dalam ibadah kita. Maka jelaslah kenapa al-ihsaan merupakan derajat yang tertinggi dalam agama.
Murooqobatullah (tingkat tinggi) terhadap gerak gerik hati
Seorang yang mencapai derajat al-ihsaan ia bukan saja hanya merasa di awasi oleh Allah dalam gerak-gerik tubuhnya…bukan hanya merasa diawasi dalam setiap kata yang diucapkannya…bukan hanya merasa diawasi dalam setiap pandangan dan lirikan matanya…bahkan lebih dari itu semua ia juga merasa diawasi oleh Allah dalam gerak-gerik hati dan niatnya.
Dia meyakini firman Allah :
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ (١٩)
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati“ (QS Al-Mukmin : 19)
وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ (٧٤)
“Dan Sesungguhnya Robb-mu, benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan” (QS An-Naml : 74)
وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ (٦٩)
“Dan Robb-mu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan” (QS Al-Qosos : 69)
إِنَّ اللَّهَ عَالِمُ غَيْبِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (٣٨)
“Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala isi hati“ (QS Faathir : 38)
يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (٤)
“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan yang kamu nyatakan. dan Allah Maha mengetahui segala isi hati“ (QS At-Tagoobun : 4)
Karenanya sungguh menakjubkan cara pendalilan Imam An-Nawawi yang dalam kitabnya Riyaadlus Shoolihin dalam bab “al-ikhlaash” beliau membawakan firman Allah
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ (٢٩)
“Katakanlah: “Jika kamu Menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui” (QS Ali ‘Imroon : 29)
Karena barang siapa yang yakin bahwasanya Allah mengetahui gerak-gerik hatinya maka ia akan malu untuk berbuat riyaa’…karena ia tahu Allah sedang mengawasi hatinya.
Contoh yang sangat menakjubkan tentang merasa diawasi oleh Allah dalam gerak-gerik hati adalah kisah tentang tiga orang dari umat terdahulu yang terjebak dalam sebuah goa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
((Tiga orang (dari orang-orang terdahulu sebelum kalian) keluar berjalan lalu turunlah hujan menimpa mereka. Merekapun masuk ke dalam goa di sebuah gunung. Lalu jatuhlah sebuah batu (dari gunung hingga menutupi mulut goa), lalu sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, “Berdoalah kepada Allah dengan amalan yang terbaik yang pernah kalian amalkan!” (lihatlah amalan-amalan kalian yang telah kalian lakukan ikhlaslah karena Allah maka berdoalah dengan amalan-amalan sholeh tersebut semoga Allah membuka batu besar tersebut dari kalian). Maka salah seorang diantara mereka berkata, “Ya Allah aku memiliki dua orangtuaku yang telah tua (dan aku memiliki anak-anak kecil), (pada sauatu waktu) aku keluar untuk menggembala lalu aku kembali, lalu aku memerah susu lalu aku datang membawa susu kepada mereka berdua lalu mereka berdua minum kemudian aku memberi minum anak-anakku, keluargaku, dan istriku. Pada suatu malam aku tertahan (terlambat) dan ternyata mereka berdua telah tertidur (maka akupun berdiri di dekat kepala mereka berdua aku tidak ingin membangunkan mereka berdua dan aku tidak ingin memberi minum anak-anakku), maka aku tidak ingin membangunkan mereka berdua padahal anak-anaku berteriak-teriak di kedua kakiku (dan aku tetap diam di tempat dan gelas berada di tanganku, aku menunggu mereka berdua bagnun dari tidur mereka) dan demikian keadaannya hingga terbit fajar. Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwasanya aku melakukan hal itu karena mengharap wajahMu maka bukalah bagi kami celah hingga kami bisa melihat langit”, maka dibukakan bagi mereka sedikit celah akan tetapi mereka bertiga belum bisa untuk keluar.
Berkatalah orang yang kedua : “Yaa Allah aku memiliki seorang sepupu wanita (putri pamanku) yang sangat aku cintai, maka aku menghendaki dirinya akan tetapi ia menolak diriku. Hingga suatu ketika ia menghadapi kesulitan lalu iapun mendatangiku maka akupun memberinya 120 dinar dengan syarat agar ia membiarkan diriku untuk bersetubuh dengannya, ia pun setuju. Maka tatkala aku telah duduk diantara dua kakinya iapun berkata, “Bertakwalah kepada Allah, dan janganlah engkau membuka keperawanan kecuali dengan haknya”. Maka akupun berpaling meninggalkannya padahal ia sangat aku cintai, dan aku tinggalkan emas yang telah aku berikan kepadanya. Yaa Allah jika memang aku melakukan hal itu karena ikhlas mengharapkan wajahmu maka hilangkanlah kesulitan yang sedang kami hadapi”. Maka terbukalah celah batu tersebut hanya saja mereka belum bisa keluar.
وَقَالَ الثَّالِثُ: اللَّهُمَّ اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ وأَعْطَيْتُهُمْ أجْرَهُمْ غيرَ رَجُل واحدٍ تَرَكَ الَّذِي لَهُ وَذَهبَ، فَثمَّرْتُ أجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنهُ الأمْوَالُ، فَجَاءنِي بَعدَ حِينٍ، فَقالَ: يَا عبدَ اللهِ، أَدِّ إِلَيَّ أجْرِي، فَقُلْتُ: كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أجْرِكَ: مِنَ الإبلِ وَالبَقَرِ والْغَنَمِ والرَّقيقِ، فقالَ: يَا عبدَ اللهِ، لا تَسْتَهْزِئْ بي! فَقُلْتُ: لا أسْتَهْزِئ بِكَ، فَأَخَذَهُ كُلَّهُ فاسْتَاقَهُ فَلَمْ يتْرُكْ مِنهُ شَيئًا. الَّلهُمَّ إنْ كُنتُ فَعَلْتُ ذلِكَ ابِتِغَاءَ وَجْهِكَ فافْرُجْ عَنَّا مَا نَحنُ فِيهِ، فانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوا يَمْشُونَ»
Berkata orang yang ketiga : “Yaa Allah aku telah mempekerjakan para pekerja dan aku telah memberikan gaji mereka seluruhnya kecuali satu orang yang telah pergi dan meninggalkan gajinya. Maka akupun mengembangkan gajinya tadi sehingga membuahkan banyak harta. Lalu setelah itu iapun datang kepadaku dan berkata, “Wahai Abdullah, barikanlah kepadaku gajiku”. Maka aku berkata, “Seluruh yang engkau lihat bagian dari gajimu, onta, sapi, kambing, dan budak-budak”. Iapun berkata, “Wahai Abdullah, janganlah engkau mengejekku !”. Aku berkata, “Aku tidak sedang mengejekmu”. Maka iapun mengambil seluruhnya lalu menggiringnya dan tidak meninggalkan sedikitpun. Yaa Allah jika memang aku melakukan hal ini karena mengharapkan wajahmu maka bebaskanlah kesulitan yang sedang kami hadapi. Maka terbukalah batu (yang menutup pintu goa) lalu keluarlah mereka bertiga” (HR Al-Bukhari no 2272 dan Muslim no 2743)
Ketiga orang ini benar-benar memiliki sifat murooqobah yang tinggi, karena tidaklah lelaki yang pertama kuat menunggu semalam suntuk sambil memegang gelas yang berisi susu menunggu terjaganya kedua orangtuanya dari tidurnya –sementara anak-anaknya menangis minta untuk minum susu- kecuali karena ia yakin Allah sedang melihatnya.
Demikian pula lelaki yang kedua, tidaklah mungkin ia mampu meninggalkan sang wanita yang sangat dia cintai –padahal jika ia berzina tidak ada orang lain yang melihat mereka berdua- kecuali karena keyakinannya bahwa Allah sedang melihatnya.
Akan tetapi yang lebih menakjubkan adalah sikap orang ketiga yang memiliki sifat amanah yang luar biasa. Dimana ia merasa niatnya diawasi oleh Allah. Bayangkan selama ia mengembangkan gaji sang pekerja niatnya adalah untuk menguntungkan sang pekerja. Tidak ada yang mengetahui niatnya kecuali Allah. Bahkan niatnya tetap ia jaga dan tidak berubah meskipun setelah gaji tersebut telah berkembang dan menjadi sangat banyak. Jika seandainya ia hanya memberi kepada sang pekerja gajinya saja maka ia tidak bersalah, karena memang yang berhak dimiliki oleh sang pekerja hanyalah gaji pokoknya saja. Akan tetapi ia yakin Allah mengetahui gerak-gerik hatinya…mengetahui niatnya tatkala mengembangkan gaji tersebut. Sungguh ini merupakan murooqobatullah tingkat tinggi !!!
Ibnu Hajar menjelaskan bahwasanya amalan yang paling bermanfaat di antara ketiga orang tersebut untuk menyelamatkan mereka bertiga adalah amalan orang yang ketiga yang sangat amanah, karena dengan doanyalah maka pintu goa akhirnya terbuka. (Lihat Fathul Baari 6/511)
Imam Ahmad mempraktekan murooqobatullah tingkat tinggi
Sholeh (putra Imam Ahmad) berkata, “Ayahku telah bertekad untuk (*bersafar dari Baghdad) ke Mekkah dalam rangka menunaikan ibadah haji Islam, dan iapun ditemani oleh Yahya bin Ma’iin. Ayahku (Imam Ahmad) berkata, “Kita berjalan menunju tanah suci lalu kita tunaikan haji kita, setelah itu kita bersafar menuju Abdurrozzaq di kota Son’aa (*di negeri Yaman), kita meriwayatkan hadits dari beliau”.
Yahya bin Ma’in telah mengenal Abdurrozzaq karena ia pernah mendengar/meriwayatkan hadits dari Abdurrozzaq. Yahya bin Ma’in berkata, “Kamipun tiba di Mekah, lalu kami melaksanakan thowaf qudum, tiba-tiba ternyata Abdurrozzaq juga sedang thowaf. Setelah thowaf Abdurrozzaq lalu sholat dua raka’at di belakang maqoom Ibrahim lalu beliau duduk. Kamipun menyelesaikan towaf kami lantas kami mendatangi Abdurrozzaq As-Shon’aaniy dan beliau sedang duduk di dekat maqoom Ibrahmi. Maka aku (Yahya bin Ma’in) berkata kepada Imam Ahmad,
هَذَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَدْ أَرَاحَكَ اللهُ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ ذَاهِبًا وَجَائِيًا وَالنَّفَقَةَ
“Ini dia Abdurrozzak, sungguh Allah telah mengistirahatkamu sehingga tidak perlu engkau bersafar pulang pergi menempuh perjalanan selama sebulan dan penyediaan bekal perjalanan”
Imam Ahmad berkata,
مَا كَانَ اللهُ يَرَانِي وَقَدْ نَوَيْتُ نِيَّةً أُفْسِدُهَا وَلاَ أُتِمُّهَا
“Tidak boleh Allah melihatku telah berniat lantas aku merusak/membatalkan niatku dan tidak aku sempurnakan niatku“
(Tobaqoot Al-Hanaabilah 1/175 dan Al-Maqshid Al-Arsyad fi dzikri Ashaab Al-Imaam Ahmad 1/445).
Allahu Akbar…sungguh luar biasa praktek murooqobah yang dilakukan Imam Ahmad. Benar-benar ia yakin bahwa Allah mengetahui isi hatinya. Beliau memilih untuk tetap menempuh perjalanan jauh dari Mekah menuju Son’aa di Yaman demi untuk menunaikan niatnya !!!
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 19-02-1433 H / 13 Januari 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com